Sabtu, 13 Juni 2009

Perda Transparansi, Siapa Takut?

oleh : Achmad Rozi El Eroy, SE.MM
(Pembantu Ketua I STIE Al-Khairiyah)


Dalam UU Pemerintahan Daerah No. 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa pemerintah daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintah oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi seluas-luasnya dalam system dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana Undang-Undang Dasar Negera Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam ayat 5 dipertegas lagi bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangan-undangan. Selanjutnya dalam pasal 22 disebutkan ada lima belas kewajiban yang wajib dilaksanakan oleh Daerah dalam menyelenggarakan otonomi daerah adalah; pertama melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kedua, meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, ketiga mengembangkan kehidupan demokrasi, keempat mewujudkan keadilan dan pemerataan; kelima meningkatkan pelayanan dasar pendidikan; keenam menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan; ketujuh menyediakan fasilitas social dan fasilitas umum yang layak; kedelapan mengembangkan system jaminan sosial; kesembilan menyusun perencanaan dan tata ruang daerah; kesepuluh mengembangkan sumberdaya produktif daerah; kesebelas, melestarikan lingkungan hidup; kedua belas, mengelol administrasi kependudukan; ketiga belas melestarikan nilai sosial budaya; keempat belas, membentuk dan menerapkan praturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya; dan kelima beas adalah, kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pada pasal 27 disebutkan bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah mempunyai 11 (sebelas) kewajiban yang harus dilaksanakan, salah satunya pada ayat h, disebutkan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah melaksanakan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik. Menurut Soewarto Handoko (2206), pemerintahan adalah suatu Proses interaksi sosial – politik antara pemerintah dengan masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan dan kepentingan masyarakat dan intervensi pemerintah atas kepentingan-kepentingan tersebut. Dalam pengertian yang lebih luas, pemerintahan yang baik dan bersih adalah Proses interaksi pemerintah dan masyarakat yang berorientasi pada kepentingan masyarakat dan berlangsung secara efektif dan efisien

Reinventing Government
Osborne & Gaebler, (1992) menyatakan bahwa dalam rangka menuju good governance, terdapat 10 (sepuluh) prinsip dasar pengelolaan pemerintah yang baik dan bersih, yaitu; catalytic government, pemerintahan milik rakyat, pemerintahan yang kompetitif, pemerintahan yang dipacu oleh misi, pemerintahan yang berorientasi pada hasil, pemerintahan yang dipacu oleh pelanggan, pemerintahan yang berjiwa wirausaha, pemerintahan yang antisipatif, pemerintahan yang terdesentralisasi, dan pemerintah yang berorientasi pada pasar.
Sementara menurut UNDP--PBB (1997), terdapat tiga prinsip kepemerintahan yang baik disamping prinsip-prinsip lainnya, yaitu pertama; Partisipasi, yaitu Setiap warga negara berhak ikut dalam proses pengambilan keputusan (kebijakan) sesuai dengan aspirasi masing-masing, baik secara langsung, atau melalui lembaga perwakilan. Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan ikut berperan dalam menghasilkan barang dan jasa publik, baik secara perorangan, kemitraan, atau kebersamaan, dan pemerintah bertanggungjawab untuk “memberdayakan” warga masyarakatnya, supaya mampu berpartisipasi secara konstruktif. Kedua; Adanya aturan hukum dan perundang-undangan yang berkeadilan, ditegakkan dan dipatuhi secara utuh (impartially), terutana aturan hukum tentang HAM. Tegaknya hukum yang berkeadilan, harus dapat dirasakan masyarakat sebagai hak perlindungan atas keamanan dan keselamatan dirinya. Ketiga; Transparancy, yaitu Masyarakat memiliki kesempatan untuk mendapatkan informasi tentang proses pengambilan keputusan dan alasan logis pengambilan keputusan. Juga masyarakat mendapat kesempatan untuk mengetahui apa yang dikerjakan oleh organisasi publik dan untuk apa hal itu dilaksanakan.
Menurut John Piere dan B Guy Peters (2002:2 ) yang dikutip oleh Riant Nugroho (2004:223) fokus dari Pemerintahan yang baik dan bersih ( good governance) adalah; Akuntabilitas, yaitu bahwa Para pengambil keputusan yang menyangkut kepentingan publik (baik pihak Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat), harus siap secara terbuka mempertanggungjawabkan keputusannya kepada publik. Dan Pejabat publik tidak hanya bertanggungjawab kepada atasannya, tetapi juga kepada seluruh pihak yang berkepentingan (stakeholders). Transparansi, yaitu bahwa Masyarakat berhak mendapatkan informasi tentang proses dan alasan pengambilan keputusan. Fairness atau keadilan , yaitu Pemerintahan yang baik mampu mengatur pemberian kesempatan secara adil berdasarkan nilai-nilai yang berterima kepada masyarakat. Dan Responsivitas atau ketanggapan. Yaitu bahwa pemerintah harus peka dan tanggap terhadap keluhan dan aspirasi masyarakat.
serta pemerintah harus membuka diri untuk dikritik, dan membuka diri untuk memberi jawaban dan melakukan perbaikan, apabila perlu.

Perda Transparansi, siapa takut ?

Dalam rangka mewujudkan sistem pemerintahan yang aspiratif dan demokratis, dan sejalan dengan semangat otonomi daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, perlu dibangun dan kembangkan sarana yang efektif dan representatif yang mewadahi keterlibatan masyarakat dalam suatu proses pengambilan kebijakan pemerintahan daerah disemua tingkatan. Menurut penulis, sarana yang efektif dan reprensentatif tersebut yang saat ini dibutuhkan oleh masyarakat demi terjaminnya proses pelayanan publik yang maksimal adalah adanya dasar hokum bagi masyarakat dan aparatur pemerintah dalam bentuk sebuah peraturan (perda) yang mengatur masalah kepemrintahan.
Dalam pembicaraan mengenai good governance, salah satu soal mendasar yang harus diperbaiki adalah berkaitan dengan akuntabilitas. Menurut Andi S Muhtar, (2007) Setidaknya ada tiga hal yang harus diperhatikan dan dilaksanakan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah dalam konteks akuntabilitas; yaitu penerapan akuntabilitas secara konsisten memerlukan penerapan prinsip transparansi dan independensi, penerapan prinsip kuntabilitas akan berkait langsung dengan kinerja pemerintahan dalam pelayanan public, dan akuntabilitas dapat menghubungkan antara kontrol serta memiliki kepentingan untuk saling memperkuat dan mengontrol.
Kehadiran perda transparansi dirasakan perlu untuk dijadikan sebagai media dalam mewujudkan dan mengimplementasikan nilai-nilai kepemerintahan yang baik dan bersih, dan yang lebih penting lagi dengan adanya perda transparansi tersebut, masyarakat memiliki kesempatan untuk mendapatkan informasi tentang proses pengambilan keputusan dan alasan logis pengambilan keputusan tersebut. Juga masyarakat mendapat kesempatan untuk mengetahui apa yang dikerjakan oleh organisasi publik dan untuk apa hal itu dilaksanakan.
Dalam realitas politik lokal, penulis melihat apa yang dilakukan oleh Pemda Kabupaten Lebak, seharusnya dapat dijadikan contoh bagi daerah-daerah lain di Banten khususnya. Kota Cilegon misalnya, disaat sebagian masyarakat dan fraksi di DPRD mendesak untuk segera dibentuk perda transparasi, seharusnya ini dilihat sebagai sebuah kemajuan dalam kerangka demokratisasi lokal, dimana dengan adanya perda transparansi akan memperkuat legitimasi pemerintah dimata masyarakat. Disamping itu dengan adanya perda transparansi akan menghadirkan suasana dan semangat baru dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih.
Kita tidak perlu takut dengan adanya perda transparansi, ketakutan yang berlebihan terhadap lahirnya perda transparansi setidaknya akan menimbulkan kecurigaan-kecurigaan dikalangan masyarakat, dan jika itu terjadi maka nilai dari penyelenggaraan kepemerintahan akan tereduksi dengan sendirinya. Menurut penulis ,sebaiknya pihak-pihak yang tidak setuju dengan adanya perda transparansi melakukan kajian lebih mendalam lagi tentang konsep-konsep penyelenggaraan kepemrintahan yang baik dan bersih. Ingat, salah satu tujuan dari good governance adalah meningkatkan akuntabilitas pemerintahan, sehingga dengan sendirinya akan mampu mencegah korupsi., dan good governance yang selama ini kita rasakan baru pada tataran slogan, belum pada tingkat action.

Tidak ada komentar: