Sabtu, 11 Juli 2009

Efektivitas suatu instrument kebijaksanaan yang dilakukan oleh Pemerintah dalam memengaruhi kegiatan ekonomi

Oleh : Rusman Frendika, SE.,MM.
(Ketua Jurusan Manajemen STIE AL-KHAIRIYAH)

ABSTRAK
Pengendalian stabilitas ekonomi dalam suatu negara merupakan tugas yang sangat berat bagi pemerintah, apalagi bila terjadi instabilitas yang disebabkan oleh berbagai macam faktor, baik internal maupun eksternal. Suatu instrumen kebijakan yang digunakan oleh pemerintah tidak bisa menjamin stabilitas ekonomi dapat terjadi. Upaya-upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mencoba berbagai alternatif instrumen kebijaksanaan yang disesuaikan dengan kondisi ekonomi yang terjadi, seperti Penurunan suku bunga (BI rate), Kenaikan Gaji PNS, Efisiensi dalam lembaga Pemerintahan, pengendalian Kebocoran-kebocoran Anggaran yang tidak perlu. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan pendapatan nasional dan stabilitas kegiatan ekonomi secara makro.

Kata kunci : Efektivitas, Instrument Kebijaksanaan, Kegiatan Ekonomi


A. Latar Belakang

Kebijaksanaan merupakan suatu tindakan pemerintah dalam upaya memengaruhi laju perekonomian secara makro baik itu melalui kebijaksanaan fiscal maupun moneter yang bertujuan untuk mengendalikan stabilitas ekonomi agar tidak terlalu menyimpang dari yang diinginkan.
Akhir-akhir ini banyak sekali instrument kebijakan pemerintah yang digunakan untuk memengaruhi laju pertumbuhan perekonomian secara makro,baik itu dari sisi moneter maupun dari segi fiscal, namun belum mampu menyentuh denyut perekonomian secara riil, sehingga perekonomian masih saja tetap terpuruk tidak mengalami kemajuan yang sangat berarti.
Suatu kebijaksanaan yang tidak populis seringkali digunakan karena masih dianggap obat mujarab dalam mengendalikan laju perekonomian yang kurang stabil, seperti masih terjadinya kenaikan harga, langkanya barang kebutuhan pokok di pasaran dan nilai tukar rupiah yang terus merosot.
Lagi-lagi pemerintah menaikan anggaran belanja yaitu dengan menaikan gaji pegawai negeri sipil dengan dalih meningkatkan kesejahteraan guna mengurangi tingkat korupsi di dalam lembaga pemerintahan. Tapi kenyataannya sejak zaman presiden Gus Dur sampai dengan hari ini, angka korupsi semakin meningkat walaupun gaji pegawai negeri sipil dan pejabat Negara telah naik berlipat-lipat.
Kenaikan gaji tersebut bukan menghilangkan suatu masalah, tapi justru malah menimbulkan masalah yang berkepanjangan karena sudah pasti akan terjadi inflasi yang meningkat. Akibat dari inflasi tersebut akan menurunkan tingkat pendapatan masyarakat biasa yang pada akhirnya akan berdampak terhadap lemahnya daya beli masayarakat secara umum.
Ini adalah suatu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri lagi, tapi mengapa pemerintah masih tetap ngotot untuk menaikan gaji pegawai negeri sipil yang kenaikannya tidak seberapa tapi dampaknya cukup besar terhadap perekonomian.
Beberapa indicator yang digunakan sebagai instrument policy dalam pemberlakuan suatu kebijaksanaan dapat diukur seberapa besar efektivitasnya dalam meningkatkan pendapatan nasional baik mikro maupun makro. Hal tersebut bias diyakini bahwa secara teori bila suatu instrument kebijaksanaan yang digunakan dapat mempengaruhi peningkatan pendapatan, maka instrument tersebut dapat dikatakan efektif sebagai alat kebijaksanaan.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan diatas, maka masalah-masalah yang dapat penulis identifikasi adalah :
1.Bagaimana pengaruh Penurunan suku bunga ( BI rate ) terhadap perubahan perekonomian ?
2.Apakah Kenaikan Gaji PNS berpengaruh terhadap harga pasar ?
3.Apakah peningkatan Efisiensi dalam lembaga Pemerintahan berpengaruh terhadap kegiatan ekonomi ?
4.Apakah pengendalian Kebocoran-kebocoran Anggaran yang tidak perlu dapat meningkatkan aktivitas ekonomi ?
Berdasarkan identifikasi masalah yang ada, maka penulis membatasi masalah-masalah tersebut. Mengingat adanya keterbatasan waktu, biaya dan tenaga.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Bagaimana peranan suatu instrument kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah dalam mempengaruhi kegiatan ekonomi dan dalam mencapai tujuan suatu kebijaksanaan.

C. Kerangka Teoritis
Salah satu langkah atau tindakan pemerintah untuk mempengaruhi perekonomian secara makro agar sesuai dengan keinginan yang diharpkan adalah dengan memberlakukan suatu kebijaksanaan baik kebijaksanaan fiscal maupun kebijaksanaan moneter.
Menurut Soediono bahwa tujuan dari suatu kebijaksanaan adalah untuk meningkatkan pendapatan nasional dan mengurangi pengangguran. Dengan demikian kebijaksanaan apapun yang dilakukan oleh pemerintah adalah bertujuan untuk dapat meningkatkan pendapatan nasional dalam hal ini adalah Gross Domestik Brutto maupun Net Nasional product sehingga dapat mengurangi angka pengangguran yang ada.
Suatu instrument policy yang digunakan dalam suatu kebijaksanaan itu tergantung dari pada kebijaksanaan apa yang diberlakukan oleh pemerintah ? Apabila pemerintah ingin mempengaruhi perekonomian dari sisi fiscal, maka yang diberlakukan adala kebijaksanaan fiscal dengan menggunakan instrument antara lain melalui pajak (taxes), Pengeluaran belanja pemerintah (Government), Tabungan (Saving), Transfer, subsidi dan import.
Selanjutnya apabila pemerintah ingin mempengaruhi perekonomian dari sector moneter, maka kebijaksanaan yang diambil adalah kebijaksanaan moneter dengan instrument kebijaksanaan yang digunakan adalah tingkat bunga (rate) dan jumlah uang beredar (Money supply).
Namun demikian disamping instrument-instrumen yang sudah baku tersebut, suatu kebijaksanaan juga dapat dilakukan melalui factor-faktor strategis yang kemungkinan dapat mempengaruhi kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mempengaruhi perekonomian secara makro.
Instrumen-instrumen lain yang strategis tersebut antara lain; Kenaikan Gaji PNS, melakukan efisiensi dalam lembaga Pemerintahan, Mengurangi kebocoran-kebocoran Anggaran yang tidak perlu, Mengurangi Anggaran belanja rutin, Pengendalian Anggaran dana pendidikan, Pengurangan Anggaran dana subsidi dan pengendalian Anggaran Dana Bencana.
Berdasarkan instrument tersebut diharapkan efektivitas penggunaan instrument-instrumen tersebut diharapkan mampu mempengaruhi efektivitas suatu kebijaksanaan yang dilakukan dalam meningkatkan kegiatan perekonomian secara makro dan mampu meningkatkan pendapatan nasional.
Dengan meningkatkannya pendapatan nasional artinya adanya peningkatan di sector riil khsususnya sector investasi. Peningkatan pertumbuhan investasi ini dapat menyerap jumlah tenaga kerja yang memberikan pendapatan bagi masyarakat, dan adanya peningkatan pendapatan masyarakat tersebut dapat meningkatkan daya beli masyarakat (konsumsi) dan juga menaikan saving.
Dengan demikian sirkulasi jumlah uang beredar semakin banyak dan cepat, hal ini menunjukkan tingkat kegiatan ekonomi secara makro berjalan baik sesuai dengan keinginan yang diharapkan.

PEMBAHASAN
1. Penurunan Suku Bunga ( SBI )
Salah satu instrument yang dianggap masih efektif dalam mengontrol dan mempengaruhi kondisi ekonomi adalah tingkat bunga. Money supply dan demand dapat dengan mudah dikendalikan melalui fluktuasi rate yang ditentukan. Artinya jika terjadi oversupply pada money market yang dampaknya kurang baik terhadap laju investasi dan juga tingginya permintaan agregatif, maka untuk mengendalikan dari situasi dan kondisi tersebut adalah dengan cara menaikkan BI rate, atau bila keadaan yang terjadi sebaliknya maka pemerintah menurunkan rate dari angka indeks yang sebelumnya.
Sebagai contoh pada saat pertengahan tahun 1997 terjadi gejolak moneter yang disebut dengan krisis moneter (krismon) yang diakibatkan karena meningkatnya kurs dolar terhadap rupiah. Pada saat itu kondisi moneter di Negara-negara ASEAN mengalami goncangan yang cukup serius, khususnya di Thailand dan Indonesia. Sampai pada akhir tahun 1997, kurs rupiah mengalami depresiasi hamper 35% dan tingkat bunga bank melonjak kurang lebih 30% per bulan. Akibatnya perekonomian benar-benar mengalami kelumpuhan, baik uang dolar maupun rupiah sulit diperoleh dalam kegiatan ekonomi.
Namun goncangan ekonomi di Indonesia berhasil diredakan dengan bantuan dari International Monetery Fund (IMF) sebesar 23 miliar dolar AS, dengan akibat dilikuidasinya 16 bank swasta, meningkatnya pengangguran dan turunnya tingkat bunga bank pemerintah dan swasta.
Likuiditas perekonomian pada semester II tahun 1997-1998 diperkirakan akan sedikit melonggar kembali sejalan dengan upaya pemerintah memulihkan kegiatan perekonomian. Pelonggaran ini dilakukan dengan diturunkannya Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) secara bertahap dan dibukanya kembali fasilitas Surat Berharga Pasar Uang (SBPU).
Seperti halnya menjelang akhir tahun 2008, pemerintah menurunkan BI rate dari 12.25% sampai pada level 11,25% atau turun sebesar 1.00 bps (basis point) selama triwulan tersebut. Tujuan dari penurunan tersebut adalah untuk menjaga stabilitas ekonomi pada sector riil karena masih dipandang tidak akan terjadi reaksi pasar secara agregat baik dari sisi permintaan maupun dari sisi penawaran.
Dan memang yang terjadi adalah tidak ada sedikitpun reaksi pasar yang sangat signifikan baik dari sector riil maupun sector industri. Padahal harapannya adalah dengan penurunan suku bunga sebesar 1.00 point tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan di sector investasi yang lebih cepat lagi, dengan banyaknya permintaan pembiayaan di sector riil.
Secara prinsip ada beberapa cara untuk mengendalikan besarnya money supply antara lain rediscount policy yaitu dengan mengendalikan tingkat suku bunga (diskonto), legal reserve ratio yaitu dengan menetapkan kisaran angka banding uang tunai dengan kewajiban giral bank. Bila tingkat perbandingannya lebih kecil, maka dilakukan minimum legal reserve ratio dan sebaliknya jika perbandingannya lebih besar, maka dilakukan maximum legal reserve ratio. Selanjutnya juga bisa dengan memberlakukan open market operation, yaitu dengan cara menjual atau membeli surat obligasi pemerintah secara terbuka.
Pola yang dilakukan dengan menurunkan BI rate perlu diikuti oleh langkah konkret yaitu dengan memberikan stimulus ekonomi yang lebih menarik terhadap denyut investasi seperti efiseinsi system birokrasi, mempermudah distribusi, mengutamakan public service dan lain-lain.
Jika pemerintah ingin meningkatkan sector investasi maka yang dilakukan adalah dengan menetapkan kebijakasanaan ekspansi pada sector riil, sehingga dapat menunjang pertumbuhan ekonomi yang lebih nyata. Dengan peningkatan sector investasi, maka akan meningkatkan pendapatan nasional dari hasil produksi nasional, selain itu pula dapat meningkatkan daya beli masyarakat karena pendapatan yang semakin meningkat, dan hal ini dapat memutar roda pertumbuhan menjadi lebih cepat atau dengan kata lain velocity of money dapat terkendali.
Dan untuk kondisi yang sekarang dimana Indonesia terkena imbas dari dampak krisis Global Financial (krisi keuangan global), dapat pula melakukan hal yang sama seperti yang telah dilakukan pada kondisi krisis di masa lalu, tetapi harus lebih menekankan pada kelonggaran kredit bagi usaha-usaha kecil menengah dengan bunga kredit yang cukup rasional.
2. Kenaikan Gaji PNS
Lagi-lagi Pemerintah mengambil suatu langkah yang kurang hati-hati dalam mengambil kebijaksanaan hanya untuk mengejar pencapaian target yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tindakan yang hanya lebih mengutamakan kepentingan golongan tanpa melihat kepentingan secara makro akan kebutuhan masyarakat luas.
Kebijakan menaikan gaji PNS yang diperkirakan mengalami kenaikkan antara 15% - 30% yang dianggarakan pada tahun APBN 2007 sudah pasti akan melahirkan kontroversi, pro dan kontra. Padahal baru setahun yang lalu Pemerintah juga telah menaikan gaji PNS. Golongan yang merasa diuntungkan dengan kebijaksanaan tersebut sudah tentu akan pro terhadap kebijakan yang ditetapkan, tapi sebaliknya bagi masyarakat luas sangat tidak setuju dengan kebijaksaan itu, yang hanya akan mendapat imbas dari kenaikan gaji tersebut
Bukankah pemerintah sudah tahu dampak dari kenaikan gaji tersebut terhadap perekonomian secara makro ? Atau mungkin ada factor terselubung dibalik kebijaksanaan itu.
Apakah Pemerintah sekarang hanya mencari dukungan dan legitimasi dari seluruh pegawai negeri dan penyelenggara pemerintahan agar dapat langgeng dan mendapat popularitas dari golongannya saja. Sementara masyarakat dan bangsa ini diabaikan begitu saja dan harus mampu bekerja lebih keras lagi untuk dapat bertahan hidup di Negara yang pemimpinnya seorang “Demokrat”.
Apakah sebegitu mahalnya harga suatu kebijakasaan yang akan ditetapkan sehingga harus selalu ada yang dikorbankan, lalu dimanakah “ratu adil” yang sangat dibutuhkan oleh bangsa ini untuk dapat berlindung dari doktrin-doktrin kebijaksanaan yang kurang berpihak.

3. Efisiensi dalam lembaga Pemerintahan (austerity program)
Anggaran belanja Negara yang semakin meningkat mencerminkan ketidakefisienan lembaga pemerintah dalam mengelola dan mengalokasikan penggunaan dana secara proporsional. Proporsi anggaran banyak yang kurang tepat sasaran dan merupakan pemborosan terstruktur di hampir seluruh lembaga penyelenggara Negara.
Sekarang banyak langkah pemerintah untuk melakukan efisiensi penggunaan anggaran atau penghematan-penghematan dalam penggunaan anggaran belanjanya. Hal ini terlihat dari penghapusan pos-pos anggaran yang dianggap tidak produktif dan hanya menghambur-hamburkan biaya baik itu di pemerintah pusat maupun di pemerintah daerah.
Tentu saja kebijakan tersebut menuai kritik dari oknum aparat yang lahan basahnya ditutup. Banyak pihak yang kecewa dan memandang sinis langkah pemerintah tersebut, dan dampaknya adalah penurunan kinerja aparatur pemerintah pusat dan daerah yang terkena dampak efisiensi anggaran belanjanya.
Melihat dari timbulnya kebijaksanaan ini, adalah karena terjadi banyaknya kebocoran pada pos-pos anggaran belanja yang sedianya digunakan untuk meningkatkan pelayanan public dan pembangunan infrastruktur di masing-masing wilayah. Akibat dari kebocoran tersebut memicu peningkatan jumlah uang yang beredar yang selanjutnya dapat menyebabkan nilai uang itu “value of money” dapat menurun.
Pengajuan kenaikan anggaran belanja bagi setiap pemerintahan daerah dari tahun ke tahun untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga pemerintahan dan belanja lainnya menunjukkan laju inflasi yang meningkat. Tanpa disadari bahwa dengan semakin tingginya anggaran belanja di setiap pemerintah daerah menunjukkan bahwa pemerintah kurang efisien dalam mengelola dan mengalokasi sumber dan penggunaan dananya baik di daerah maupun di pusat.
Hal tersebut dapat dikurangi atau ditekan seminim mungkin, bila pemerintah pusat dan daerah dapat mengalokasikan sumber dan penggunaan dananya secara proporsional, ekonomis, efektif dan efisien dengan meningkatkan system pengendalian dan control yang ketat terhadap setiap pengajuan anggaran belanja dari setiap pemerintah daerah.
Hanya dengan cara ini kebutuhan akan uang tunai untuk transaksi dapat berkurang dan akan membantu menekan kenaikan harga pada umumnya.

4. Kebocoran-kebocoran Anggaran yang tidak perlu
Banyaknya terjadi kebocoran pada setiap anggaran yang digulirkan menjadikan suatu kinerja pemerintah yang berjalan akan menjadi kurang baik. Penyimpangan-penyimpangan dana anggaran belanja yang terjadi hampir di seluruh instansi pemerintahan menimbulkan sikap antipati masyarakat terhadap kebijakan dan program-program pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Tidak sedikit dana belanja pemerintah yang seyogiyanya digunakan untuk kepentingan pembagunan fasilitas umum dan kesejahteraan masyarakat tapi ternyata disalahgunakan oleh oknum pejabat pemerintah. Hal ini dapat menghambat laju perkembangan pembangunan dan program peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Banyak anggaran rutin pemerintah di pemerintah pusat dan daerah menjadi lahan basah bagi pejabat untuk memanfaatkan aliran dana yang dikucurkan baik dari pusat maupun dari pendapatan asli daerah itu sendiri disunat atau juga diselewengkan, mengingat besarnya dana dan system control yang kurang ketat dari berbagai pihak.
Beberapa pos anggaran yang sering disalahgunakan dan rawan terjadinya kebocoran-kebocoran antara lain : Anggaran belanja rutin pemerintah, Anggaran dana pendidikan, Anggaran dana subsidi, dan Anggaran Dana Bencana
Dari hasil survey terhadap 100 responden tentang beberapa instrument kebijaksanaan yang telah dikelompokkan, maka dapat disimpulkan hasil tanggapan responden sebagai berikut :

Bagaimana Efektivitas suatu Instrumen Kebijaksanaan ?

1. Pengendalian tingkat suku bunga BI Rate
Naik : 5%
Tetap : 25%
Turun : 70%
2. Kenaikan Gaji PNS
Naik : 5%
Tetap : 95%
3. Efisiensi Dalam lembaga Pemerintahan
Harus : 55%
Perlu : 15%
Tidak tahu : 30%
4. Pembenahan kebocoran-kebocoran anggaran yang tidak perlu
Perlu : 10%
Harus : 65%
Tidak tahu : 25%
5. Pengurangan anggaran belanja rutin
Harus : 65%
Tidak Perlu: 20%
Tidak tahu : 15%
6. Pengawasan anggaran dana pendidikan
Harus : 45%
Perlu : 35%
Tidak tahu : 20%
7. Pengawasan anggaran dana subsidi
Harus : 55%
Perlu : 25%
Tidak tahu : 20%
8. Pengawasan anggaran dana bencana
Harus : 75%
Perlu : 20%
Tidak tahu : 5%


Berdasarkan hasil survey terhadap 100 responden tentang efektivitas instrument kebijaksanaan yang mungkin dapat digunakan oleh pemerintah dalam mempengaruhi perekonomian dapat dilihat dari tabel ilustrasi tanggapan responden.
Dari 8 (delapan) instrument kebijaksanaan yang diajukan dapat dirangkum tanggapan responden dari masing-masing item besarnya prosesntase yang diberikan oleh masyarakat terhadap efektivitas penggunaan instrument tersebut. Dalam hal ini dapat ditabulasikan sebagai berikut :
Efektivitas Instrumen Kebijaksanaan
No instrumen %

1. Penurunan Suku Bunga ( BI Rate ) 70%
2. Tidak ada Kenaikan Gaji PNS 95%
3. Efisiensi dalam lembaga pemerintahan 55%
4. Pembenahan kebocoran-kebocoran 65%
anggaran yang tidak perlu
5. Pengurangan anggaran belanja rutin 65%
6. Pengawasan anggaran dana pendidikan 45%
7. Pengawasan anggaran dana subsidi 55%
8. Pengawasan anggaran dana bencana 75%


KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan yang telah diuraikan tersebut, maka dapat penulis simpulkan hasil dari penelitian ini bahwa suatu kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah dapat efektif apabila instrument kebijaksanaan yang digunakan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.
Alternatif instrument kebijaksanaan yang dapat mempengaruhi perekonomian secara makro selain tingkat bunga adalah pemerintah jangan menggunakan Gaji Pegawai Negeri Sipil sebagai alat kebijaksanaan dan pengawasan terhadap anggaran dana bencana.
Untuk dapat melaksanakan suatu kebijaksanaan yang dapat mempengaruhi perekonomian secara makro, maka hendaknya pemerintah melihat dan mempertimbangkan dampak ataupun akibat dari alternative instrument kebijaksanaan yang digunakan, jangan sampai pemberlakuan kebijaksanaan tersebut justru membuat kegiatan perekonomian semakin terhambat atau malah dapat melahirkan masalah ekonomi baru yang memerlukan penangan serius.
Tapi yang terpenting dalam pelaksanaan kebijaksanaan pemerintah ini adalah bagaimana pemerintah dapat mengontrol dan mengendalikan kebijaksanaan yang telah diberlakukan tersebut agar tidak menyimpang dari arah tujuan semula yang diharapkan.
Bila memang terjadi suatu penyimpangan dalam arah kebijaksanaan tersebut, maka pemerintah harus dengan cepat mengantisipasi hal tersebut dan harus mempunyai second policy bila terjadi hal-hal yang tidak diharapkan. Langkah ini perlu dipersiapkan agar perahu yang sedang berlayar di tengah lautan luas tersebut tidak sampai menambrak karang ataupun terhempas oleh gelombang dan itu semua tergantung kepada bagaimana seorang nahkoda kapal itu menjalankan perahunya.


Daftar Pustaka

Gie, Kwik Kian, Ekonomi Indonesia Dalam Krisis Dan Transisi Politik, Gramedia Pustaka, 1999.
Partadiredja, Ace, Pengantar Ekonomika, edisi 4, BPFE, Yogyakarta, 1985.
Reksoprayitno, Soediyono, Pengantar Ekonomi Makro, edisi 6, BPFE. Yogyakarta. 2000.
Soediyono, Ekonomi Makro, Analisa IS-LM dan Permintaan-Penawaran Agregatif, edisi ketiga, Liberty. Yogyakarta. 1985.
Suparmoko, Pengantar Ekonomika Makro, edisi 4, BPFE, Yogyakarta.2000.
--------------, Pengantar Ekonomika Makro, edisi pertama, UPP AMP YKPN, Yogyakarta. 2004

Tidak ada komentar: